Apakahkamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di Dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di Akhirat hanyalah sedikit. (QS At-Taubah : 38) Perumpamaan Kehidupan Dunia, dan Perintah Allah agar Berlomba untuk Ampunan Allah dan Kehidupan Akhirat. Allah taala berfirman:

– Kita acap kali tidak adil dalam memberi perhatian terhadap urusan dunia dan urusan akhirat. Seringkali seluruh perhatian dan potensi dikerahkan untuk urusan dunia, sedangkan akhirat seperlunya saja. Padahal dunia dan akhirat sangat tidak sebanding. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut dalam Kitab-Nya bahwa Akhirat lebih baik dari dunia. “Wal akhiratu khairun laka minal ula; dan akhirat lebih baik bagimu dari kehidupan yang pertama dunia”, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Adh-Dhuha. Bahkan akhirat tidak hanya lebih baik dari dunia. Ia juga lebih kekal. “Wal akhiratu khairun Wa abqa; dan akhirat lebih baik serta lebih kekal”, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat lain. Olehnya, tidak selayaknya kita mengerahkan seluruh perhatian dan potensi untuk dunia yang sementara lalu mengabaikan akhirat yang kekal dan lebih baik. Seharusnya perhatian dan kesungguhan kita terhadap dunia sekadar dengan singkatnya kita berdiam di sini. Demikian pula dengan akhirat, perhatian kita kepadanya hendaknya seukur dengan lamanya tinggal di sana, sebagaimana diwasiatkan Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. “Bekerjalah untuk duniamu seukur berapa lamanya kau akan tinggal di bumi. Dan bekerjalah untuk akhiratmu, seukur berapa lamanya kau akan hidup di sana”. Donasi Situs Islam Arrahmah Arrahmah Care Rp 0terkumpul Dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita sebagai hambaNya, “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanya permainan, senda gurau yang melalaikan, perhiasan, saling berbangga diri di antara kalian dan saling berlomba untuk memperbanyak harta dan anak ” QS al-Hadid 20. Saat melewati sebuah pasar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya menemukan bangkai seekor anak kambing yang kecil telinganya. Beliau memegang telinga bangkai itu lalu mengangkatnya. Sambil menoleh beliau bertanya, “Siapakah diantara kalian yang mau membayar bangkai ini seharga satu dirham?” Dengan wajah heran para sahabat menjawab, “Bagi kami ia tidak ada nilainya sedikitpun. Apa yang dapat kami lakukan terhadap bangkai yang hina itu?” Beliau menambahkan lagi, “Bagaimana kalau bangkai ini diberikan cuma-cuma pada kalian?” Serentak mereka menimpali, “Demi Allah, seandainya-pun masih hidup kami tidak bakal tertarik. Ia adalah hewan cacat karena telinganya kecil, apalagi dengan kondisi sekarang yang telah menjadi bangkai?!, sudah tentu kami lebih tidak tertarik lagi”. Sambil tersenyum Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sungguh dunia di sisi Allah jauh lebih hina ketimbang bangkai anak kambing ini“ HR. Bukhari. Dalam kesempatan lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Andai dunia ini sepadan dengan sayap seekor nyamuk di sisi Allah, maka orang-orang kafir tidak bakal mendapat minum walau seteguk air“ HR. Tirmidzi. Inilah hakekat dunia sebenarnya. Sebuah kenyataan yang mengajak kita sadar. Jangan sampai gemerlap dan tipu dayanya menjadikan kita budak. Atau bahkan hamba baginya. Sebab, penghambaan terhadap dunia merupakan sumber segala kerusakan. Lihatlah kefajiran yang banyak dibuat anak Adam, dahulu hingga kini, hampir seluruhnya disebabkan cinta dunia. Dalam menyikapi kehidupan dunia dan tujuan akhirat yang dituju, anak adam terbagi menjadi dua Golongan pertama, mereka yang mengingkari kehidupan akhirat setelah alam dunia ini berakhir. Tentang mereka, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan tidak percaya akan pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan“. QS Yunus 7. Golongan kedua, mereka yang meyakini adanya hari pembalasan pasca kehidupan dunia. Golongan ini mengakui para Rasul serta membenarkan risalahnya. Kendati kondisi mereka bertingkat, seperti disinggung dalam firman-Nya, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar” QS. Fathir 32. Berdasarkan ayat di atas, golongan kedua ini Allah Subhanahu wa Ta’ala membagi mereka ke dalam beberapa kelompok, yaitu Pertama, zaalimun linafsihi. Yakni, orang yang menzalimi diri sendiri. Dalam kehidupan ini mereka banyak terjebak dalam perkara-perkara haram. Sebab bagi mereka, dunia adalah segalanya. Wala’ kecenderungan-nya pun sepenuhnya diserahkan pada dunia. Makanya, mereka dikatakan menzalimi diri sendiri. Karena sikap mereka itu sedikitpun tidak memberi mudharat bagi Allah Ta’ala. Akan tetapi, akibat dari perbuatan mereka itu kembali pada diri sendiri. Gerak hidup mereka kebanyakan didominasi kepentingan hawa nafsu dan pemuasan syahwat hewani. Kedua, muqtashid. Yakni, golongan pertengahan. Mereka menikmati kehidupan dunia dari arah yang dibolehkan, disamping melaksanakan seluruh kewajiban yang dibebankan syari’at. Golongan ini tidak tercela. Hanya saja derajat mereka di sisi Allah Ta’ala tidaklah istimewa. Diriwayatkan, Umar bin al-Khattab t berkata, “Seandainya bukan karena takut derajatku di surga akan berkurang, sudah pasti aku akan mendahului kalian dalam hal kehidupan dunia. Saya mendengar Allah Ta’ala mencela suatu kaum melalui firman-Nya, “Kamu telah menghabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu saja dan kamu telah bersenang-senang dengannya“ QS al-Ahqaf 20. Ketiga, sabiqun bi al-khairaat. Yakni, orang-orang yang bersegera mengerjakan amal-amal kebajikan. Mereka paham hakikat kehidupan dunia ini. Mengerti maksud dan tujuan mengapa mereka diciptakan. Hingga akhirnya mengarahkan mereka mengubah segala gerak dalam hidup sebagai amal dan ibadah kepada Allah Ta’ala. Disamping itu, mereka sadar, bahwa Allah Ta’ala menempatkan segenap hambaNya di bumi untuk menjalani ujian. Hal ini, agar kelihatan siapa yang paling baik amalnya. Paling zuhud terhadap dunia. Dan paling cinta pada negeri akhirat. “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya” QS al-Kahfi 7, demikian firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka merasa cukup mengambil dunia sekedar bekal menghadapi perjalanan panjang. Karena dunia, menurut mereka, adalah terminal mengisi segala perbekalan yang dibutuhkan. Olehnya, Allah Ta’ala mengingatkan kita akan hal itu “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa“ QS al-Baqarah 97. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apa urusanku dengan dunia ini?!, tidaklah aku di dunia melainkan ibarat pejalan kaki yang berlindung di bawah naungan sebatang pohon, istirahat, lalu pergi meninggalkannya“. HR. Tirmidzi. Artinya, kampung sebenarnya bagi hamba adalah kampung akhirat. Keluarga hakiki baginya adalah keluarga di akhirat. Harta kekayaan sebenarnya adalah harta di akhirat. Merugilah orang-orang yang tega menjual akhiratnya demi mengais secuil kesenangan dunia yang fana. Makanya, tanamkan niat taqwa dalam seluruh aktifitas hidup. Hal mana agar setiap perbuatan kita di muka bumi bernilai pahala di sisi-Nya. Sebab demikianlah maksud keberadaan kita di dunia. Ibadah, dan mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya. Mu’adz bin Jabal t berkata, “Aku mengharapkan pahala dari tidurku, sebagaimana mengharapkan pada waktu terjagaku shalat malam”. Mengapa kita selalu lelah di dunia ini? Sebelum menjawabnya, marilah kita melihat dan merenungi bagaimana al-Qur’an bertutur kepada kita. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk berdzikir dan mengerjakan shalat, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Wahai orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka berlarilah bersegeralah kalian mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” QS. al-Jumu’ah 9. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk melakukan kebaikan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan” QS. al-Baqarah 148. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memohon dan meraih ampunanNya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan bersegeralah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu dan menuju surga” QS. Ali-Imran 133. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk kembali dan menuju kepadaNya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka berlarilah kembali ta’at kepada Allah” QS. Adz-Dzaariyat 50. Seluruh bentuk perintah untuk akhirat di dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkannya dengan kata atau kalimat perintah ; bersegeralah, berlarilah, bergegaslah, dan kata-kata lainnya yang semakna. Namun, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara tentang dunia dan semua bentuk kenikmatan yang ada di dalamnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan kata atau kalimat dalam bentuk lainnya. Mari kita lihat. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang urusan menjemput rizki duniawi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dialah yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari RizkiNya” QS. Al-Mulk 15. Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menggunakan kata atau kalimat perintah; bersegeralah, berlarilah, bergegaslah, dan kata-kata lainnya yang semakna seperti pada perkara-perkara akhirat di atas. Namun, dalam ayat tersebut, untuk urusan dunia, Allah Subhanahu wa Ta’ala cukup menggunakan kata atau kalimat “berjalanlah”. Jika kita mau merenungi hal ini, semestinya kita bisa memahami, kapan kita perlu berlari, atau menambah kecepatan lari kita, atau bahkan cukup berjalan saja. Jangan-jangan, selama ini kita merasa lelah, karena malah berlari mengejar dunia yang seharusnya cukup dengan berjalan. Oleh karena itu, sekali lagi, adillah Saudaraku! Adil itu tidak harus sama. Tapi, adil itu ketika kita mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya. Ya, akhirat tempatnya teramat jauh dan tinggi dibandingkan dunia. “Dunia dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang di antara kalian mencelupkan jarinya kelautan, maka hendaklah ia melihat air yang menempel di jarinya setelah ia menariknya” HR. Muslim, begitu pesan Nabi kita. Namun, betapapun akhirat menjadi tujuan tertinggi, tentu saja dunia adalah bagian dari kehidupan kita yang tidak dilupakan. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi” QS. Al-Qashas 77, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam sebuah ayatNya. Maksudnya yaitu gunakanlah harta yang banyak dan nikmat yang berlimpah yang telah Allah berikan kepadamu di dalam ketaatan kepada Rabmu dan untuk bertaqarrub mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai macam bentuk taqarrub, yang dengannya engkau akan mendapatkan pahala di negeri akhirat. Namun, janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi yaitu apa- apa yang telah Allah halalkan untukmu di dunia seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan pernikahan, sesungguhnya Rabmu mempunyai hak darimu, dirimu mempunyai hak darimu, keluargamu mempunyai hak darimu, istriu mempunyai hak darimu, maka berikanlah hak kepada setiap pemilik hak Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6 253-254. Wallahu a’lam. Oleh Azwar Iskandar/Wahdah */ Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’laa: 16-17) Semua dalil-dalil, baik dari Al-Qur’an maupun as-Sunnah, mendorong seorang yang beriman untuk tidak terlalu bergantung kepada dunia dan lebih mengharapkan akhirat yang lebih baik dan lebih kekal.
Salah satu ciri utama seorang yang bertaqwa ialah pemahamannya akan dunia dan akhirat sebagaimana dikehendaki Allah سبحانه و تعالى . Ia yakin bahwa dunia merupakan sekedar tempat bersenda-gurau dan bermain belaka. Sedangkan kehidupannya kelak di akhirat ia pandang lebih utama daripada kehidupan di dunia. Kehidupan akhirat-lah yang ia sikapi secara serius. Ia tidak mau bermain-main maupun bersenda-gurau dengan kehidupan akhiratnya. Sehingga untuk kehidupan dunia ia berikan perhatian yang secukupnya saja. وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” QS Al-An’aam ayat 32 Keberhasilan yang dikejar secara serius oleh seorang muttaqin ialah keberhasilan di akhirat. Baginya keberhasilan di dunia merupakan sesuatu yang bersifat supplementary faktor pelengkap saja. Tetapi keberhasilan di akhirat adalah sesuatu yang tidak boleh ditawar sedikitpun karena ia merupakan faktor utama. Ia tidak rela mempertaruhkan keberhasilannya di akhirat demi keberhasilannya di dunia. Namun sebaliknya, demi keberhasilannya di akhirat ia rela kehilangan keberhasilannya di dunia. Berapapun bagian dari dunia akan ia relakan bila hal itu dapat menjamin keberhasilannya di akhirat. Sebab ia sangat yakin bahwa kehidupan sebenarnya adalah di negeri akhirat. Sedangkan kehidupan di dunia tidak lain hanyalah senda-gurau dan permainan belaka. Kalaupun berhasil di dunia, maka itu merupakan keberhasilan sesaat, sementara dan palsu. Namun keberhasilan di akhirat merupakan keberhasilan hakiki dan abadi. Bagaimana mungkin ia akan rela kehilangan keberhasilan hakiki dan abadi demi memperoleh keberhasilan sesaat, sementara, dan palsu? وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” QS Al-Ankabut 64 Namun dalam realitas kita melihat banyak manusia modern justeru bersikap sebaliknya. Dan ini tidak saja diperlihatkan oleh sembarang manusia. Bahkan sebagian manusia yang mengaku muslim sekalipun menampilkan sikap terbalik. Bila menyangkut urusan peluang keberhasilan di dunia ia menjadi sangat serius. Ia kerahkan perhatian, waktu, tenaga dan uang tanpa keraguan. Namun bila menyangkut urusan peluang keberhasilan di akhirat ia malah bersikap setengah hati bahkan bermain-main dan bersenda-gurau. Ia sangat fokus akan sukses dunia namun sangat tidak peduli sukses akhirat. Seolah sukses dunia merupakan sesuatu yang hakiki sedangkan sukses akhirat hanyalah mimpi tanpa bukti. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu sebab mengapa banyak orang yang mengaku muslim memiliki logika dan sikap terbalik menghadapi dunia dan akhirat karena mereka telah masuk ke dalam perangkap “lubang biawak” yang ditawarkan oleh penguasa dunia modern dewasa ini, yaitu masyarakat barat Amerika-Eropa alias masyarakat kaum yahudi-nasrani. Dan keadaan ini sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم sejak limabelas abad yang lalu. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun, maka kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum yahudi dan nasrani?” Beliau menjawab “Siapa lagi kalau bukan mereka?” HR Muslim – shahih Dunia modern dewasa ini membuktikan kebenaran prediksi Nabi صلى الله عليه و سلم di atas. Kita menyaksikan bagaimana di satu sisi Allah سبحانه و تعالى berikan hak kepemimpinan dunia global leadership kepada kaum yahudi dan nasrani dan pada sisi lain banyak kaum muslimin menjadi pengekor kaum yahudi-nasrani sedikit demi sedikit sehingga tatkala dijebloskan ke dalam lubang biawak sekalipun kaum muslimin cenderung ikut saja. Padahal kaum yahudi-nasrani memiliki cara pandang terhadap dunia sebagaimana peradaban Romawi dahulu kala, yakni cara pandang materialisme. Hal ini Allah سبحانه و تعالى singkap di dalam surah yang nama surahnya berarti bangsa Romawi, yaitu surah Ar-Ruum ayat ke tujuh يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَاوَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “Mereka hanya mengetahui yang lahir/material saja dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai.” QS Ar-Ruum ayat 7 Peradaban Romawi masa lalu merupakan peradaban digdaya namun dilandasi faham materialisme. Mereka hanya memahami keberhasilan berdasarkan tolok-ukur dunia fana. Mereka tidak peduli bahkan mengingkari adanya kehidupan sebenarnya di akhirat kelak. Oleh karenanya mereka berprinsip “It’s now or never” kalau tidak berhasil sekarang, maka tidak akan pernah berhasil selamanya. Dunia modern-pun meyakini paradigma yang serupa. Akhirnya segenap manusia diarahkan untuk meyakini hal serupa, tanpa kecuali kaum muslimin-pun disihir dengan cara pandang materialisme. Akhirnya muncullah orang-orang yang mengaku muslim dan merasa bertaqwa tetapi cara-pandangnya mirip dengan kaum yahudi-nasrani. Mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada akhirat. Peduli sukses dunia daripada sukses akhirat. Bahkan penyakit ini menjangkiti sebagian orang yang dikenal sebagai Ustadz di tengah masyarakat. Para “ustadz” ini bila menafsirkan ayat Allah mengenai bagaimana seharusnya mensikap dunia dan akhirat, maka mereka menafsirkannya berdasarkan faham materialisme alias dunia-oriented. Misalnya terhadap ayat berikut وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi.” QS Al-Qashshash 77 Sudah sangat jelas bahwa melalui ayat di atas Allah سبحانه و تعالى menyuruh kita mengejar negeri akhirat sebagai fokus utama. Sedangkan terhadap kenikmatan duniawi Allah hanya mengatakan “jangan kamu lupakan bahagianmu”. Artinya, Allah menyuruh kita all out habis-habisan mengejar kebahagiaan akhirat. Sedangkan terhadap dunia yang penting jangan sampai kita melupakannya atau mengabaikannya. Redaksi ayat sudah amat-sangat jelas seperti demikian. Namun di era penuh fitnah dewasa ini bermuncullanlah para “ustadz” yang tatkala menafsirkan ayat di atas berkata “Wahai kaum muslimin, silahkan berlomba menjadi orang kaya di dunia, sebab Islam tidak melarang anda menjadi orang kaya. Bahkan para sahabat banyak yang kaya-raya seperti Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf dan Usman bin Affan. Silahkan kejarlah berbagai keberhasilan dunia….. Yang penting, janganlah sampai melupakan kehidupan akhirat…..!” SubhaanAllah…. sepertinya nasihat yang sungguh indah. Tetapi kalau kita renungkan dalam-dalam jelas bahwa tafsiran yang disampaikan pak “ustadz” di atas bertentangan 180 derajat dengan apa yang Allah sebutkan di dalam ayatnya. Pak ustadz jelas-jelas telah mengekor kepada paradigma materialisme peradaban Romawi. Pak ustadz telah masuk ke dalam lubang biawak..! Pak Ustadz nyata-nyata lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada sukses akhirat. Di dalam Al-Qur’an Allah tidak pernah menyuruh kita untuk berlomba mengejar dunia. Berkompetisi merebut keberhasilan di dunia apakah itu dalam hal kekayaan, popularitas, kekuasaan dan lain sebagainya tidaklah Allah perintahkan. Bila sudah berkenaan dengan kompetisi pasti Allah menyuruh kita berlomba merebut sukses akhirat. Coba perhatikan ayat-ayat di bawah ini وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” QS Ali Imran 133 تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِيُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍخِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَوَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍعَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ “Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak tempatnya, laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. Dan campuran khamar murni itu adalah dari tasnim, yaitu mata air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.” QS Al-Muthaffifiin 24-28 Ketika Allah menyuruh “bersegeralah kamu” maka yang dimaksud adalah mengejar ampunan Allah dan surgaNya. Ini semua merupakan perkara di akhirat kelak. Ketika Allah menyuruh “untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba” maka Allah menyisipkannya di tengah rangkaian ayat yang sedang berbicara mengenai berbagai kesenangan penghuni surga. Ini adalah urusan akhirat. Jadi, tidak pernah Allah menyuruh kita untuk mengejar dunia dan mengejar ketertinggalan kita dari orang-orang kafir di dalam urusan dunia. Bahkan jelas-jelas Allah melarang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم beserta ummatnya bergaul dan berdekat-dekat dengan manusia yang dalam segala perhatian dan pembicaraannya hanya melulu urusan dunia. فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ “Maka berpalinglah hai Muhammad dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan hanya menginginkan kehidupan duniawi. Itulah batas pengetahuan mereka.” QS An-Najm ayat 29-30 Pantaslah bilamana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mengajarkan kita doa agar dunia tidak menjadi batas pengetahuan seorang mukmin dan muttaqin. اللهملَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia menjadi perhatian utama kami serta batas pengetahuan kami.” HR Tirmizi – Hasan
AKHIRLEBIH BAIK DARIPADA AWAL Suatu ketika Rasulullah SAW tidur di atas tikar, kemudian beliau bangun, sedangkan di tubuh beliau terdapat
وَلَلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ ٱلْأُولَىٰ Arab-Latin Wa lal-ākhiratu khairul laka minal-ụlāArtinya Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang permulaan. Ad-Dhuha 3 ✵ Ad-Dhuha 5 »Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangKandungan Mendalam Tentang Surat Ad-Dhuha Ayat 4 Paragraf di atas merupakan Surat Ad-Dhuha Ayat 4 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada aneka ragam kandungan mendalam dari ayat ini. Tersedia aneka ragam penjelasan dari berbagai ahli ilmu mengenai isi surat Ad-Dhuha ayat 4, misalnya seperti tertera📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia4-5. Kehidupan akhirat lebih baik bagimu daripada kehidupan dunia. Dan tuhanmu akan memberimu wahai nabi ,berbagai macam kenikmatan di akhirat,maka kamu akan ridha dengannya.📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid Imam Masjidil Haram4. Dan sungguh kehidupan Akhirat lebih baik bagimu daripada kehidupan dunia, karena kenikmatan abadi yang tidak terputus di Akhirat.📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah4. Sungguh surga yang ada di kehidupan akhirat lebih baik bagimu daripada dunia, meskipun di dunia Allah telah memberinya kemuliaan kenabian yang melampaui segala kemuliaan. Dan karena dunia seperti bayangan yang akan sirna dan hanya tempat perantara, maka ia sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah4. وَلَلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْأُولَىٰ Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang Yakni surga lebih baik bagimu daripada dunia. Padahal di dunia beliau telah dimuliakan dengan kenabian.📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah4. Akhirat yang kekal abadi dan apa yang ada di dalamnya berupa surga dan kemuliaan itu lebih baik daripada dunia fana yang tercampur dengan kerusakan. Ath-Thabrani mengatakan di pertengahan ucapan Ibnu Abbas yang berkata Rasulallah SAW bersabda “Telah tampak bagiku rahasia yang terbuka, yaitu umatku setelah masaku, dan hal itu membuatku senang” kemudian Allah menurunkan ayat {Wa lal aakhiratu khairul laka minal uulaa} dan sanadnya hasan”📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Awaji, professor tafsir Univ Islam Madinah{Sungguh akhirat itu lebih baik bagimu daripada yang permulaanMau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H4. Sedangkan kondisi Rasulullah selanjutnya, maka Allah berfirman, “Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan,” yakni setiap kondisi terakhirmu lebih baik dari kondisi sebelumnya dan beliau terus menapaki derajat tinggi, Allah mengukuhkan AgamaNya bagi beliau, menolongnya dari musuh-musuhnya dan meluruskan kondisi-kondisinya, hingga tatkala wafat, beliau mencapai kondisi yang tidak bisa dicapai oleh orang-orang terdahulu dan yang terakhir, berupa kemuliaan, nikmat, penyejuk mata, dan kebahagiaan hati.📚 Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan, anggota Lajnah Daaimah Komite Fatwa Majelis Ulama KSAKemudian Allah ﷻ mengabarkan kepada Nabi-Nya bahwasanya apa yang Allah ﷻ siapkan untuknya di akhirat adalah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Allah ﷻ tidak akan meninggalkanmu didunia wahai Muhammad, akan tetapi apa yang Tuhanmu siapkan di akhirat adalah kenikmatan yang jauh lebih baik dan tidak akan musnah. { وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ } Surga yang Allah ﷻ siapkan untuk NAbi-Nya adalah lebih baik daripada apa yang telah Dia ﷻ berikan kepadanya didunia, oleh karena itu harta dan kekuasaan dunia tidak pernah manguasai Nabi Muhammad ﷺ , sebagaimana para Raja-raja dan penguasa lainnya tunduk dan menjadi hamba harta dunia, karena sesungguhnya dunia akan musnah dan hancur, dan tidak akan ada lagi kehidupan didalamya, maka Allah ﷻ memberikan kekayaan dunia ini kepada Nabi-Nya secukupnya.📚 Tafsir Juz 'Amma / Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, ulama besar abad 14 Hوَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى " dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan."Kalimat ini diberi penegasan dengan huruf lam –lamul ibtida pemulai kalimat-. Akhirat adalah hari dibangkitkannya manusia, mereka akan menuju ke tempat akhir mereka, baik surge atau neraka, maka Allah mengatakan kepada Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى " dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan." Maknanya Dari dunia, itu dikarenakan di akhirat terdapat kenikmatan yang tidak pernah dipandang mata, terdengar telinga dan terbetik di benak hati manusia 1 dan tempat cemeti salah seorang dari kita di surge lebih baik dari dunia dan segala isinya, sebagaimana berita ini datang dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. 2 Oleh karenanya, ketika Allah memberikan pilihan kepada Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam saat beliau sakit antara hidup di dunia dan dengan apa-apa yang ada di sini Allah, beliau memilih yang ada di sisi Allah, sebagaimana beliau mengumumkannya di atas mimbar dalam khutbahnya, beliau menuturkannya di atas mimbar إِنَّ عَبْداً مِنْ عِبَادِ الله خَيَّرَهُ اللهُ بَيْنَ أَنْ يَعِيْشَ فيِ الدُّنْيَا مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَعِيْشُ وَبَيْنَ مَا عِنْدَه فَاخْتَارَ مَا عِنْدَهُ "Sesungguhnya seorang hambna di antara hamba-hamba Allah, diberikan pilihan oleh Allah antara hidup di dunia hingga kehidupan yang dihendaki Allah dengan apa-apa yang ada di sisi Allah, maka ia memilih apa-apa yang ada di sisi Allah" Maka Abu Bakar radhiyallaahu 'anhu menangis seketika, para sahabat yang lain keheranan mengapa ia menangis dari penuturan Rasulullah tersebut. Tetapi ia radhiyallaahu 'anhu adalah orang yang paling memahami Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau paham bahwa yang diberitakan dalam penuturannya itu adalah Rasul shallallaahu 'alaihi wa sallam, dan beliau memilih apa-apa yang ada di sisi Allah yaitu akhirat, dan ini adalah pemberitahuan akan dekatnya ajal beliau 3 1 Dikeluarkan Bukhari 3244 dan Muslim 2824 dari hadits Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu 2 Dikeluarkan Bukhari 6451 dari hadits Sahl Bin Sa'd radhiyallaahu 'anhu. 3 Dikeluarkan Bukhari 466 dan Muslim 2382 dari hadits Abu Sa'id al-Khudriy radhiyallaahu ' dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-SyawiSurat Ad-Dhuha ayat 4 Allah mengabarkan dengan kabar gembira kepada Nabi-Nya ﷺ, bahwa surga lebih baik baginya dari dunia yang fana ini. Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin pada pelajarannya di masjid Al Haram Mekkah saat subuh tanggal 28/3/1418 H Dan firman-Nya وَلَلْءَاخِرَةُ خَيْرٌۭ لَّكَ مِنَ ٱلْأُولَىٰ ayat ini khusus bagi Nabi ﷺ, adapun bagi seluruh manusia maka Allah berfirman وَٱلْءَاخِرَةُ عِندَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِينَ yang artinya dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa, {Az Zukhruf 35}, dan tidaklah disyaratkan taqwa bagi Nabi ﷺ, karena Nabi adalah imam bagi orang-orang yang bertakwa.📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu akan menjumpai kemenangan-kemenangan meskipun permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala menguatkan agama Beliau, memenangkan Beliau terhadap musuh-musuhnya serta memperbaiki kondisi Beliau sehingga Beliau mencapai keadaan yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang terdahulu maupun yang datang kemudian, baik dalam hal keutamaan, kebanggaan maupun kegembiraan. Sedangkan di akhirat, maka tidak perlu ditanya tentang keadaan Beliau; keadaan Beliau penuh dengan berbagai kemuliaan dan kenikmatan. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, “Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.” Pemberian-Nya yang besar tidak mungkin diungkapkan selain dengan kata-kata itu. Di antara mufassir ada yang menafsirkan akhirat’ dengan kehidupan akhirat beserta segala kenikmatannya, dan ula’ dengan kehidupan dunia.📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ad-Dhuha Ayat 4Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan. Akhirat beserta pahala yang Allah sediakan untukmu itu lebih baik daripada dunia ini. Kenikmatan akhirat bersifat abadi, sedangkan kehidupan dunia hanya sementara. 5. Dan sungguh, kelak tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya yang berlimpah kepadamu, baik dalam urusan dunia seperti kesuksesan menyampaikan risalah, maupun di akhirat dengan pahala, hak memberi syafaat, dan sebagainya. Dia akan mencurahkan karunia kepadamu sehingga engkau menjadi puas dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangDemikian beberapa penjelasan dari para mufassirun mengenai isi dan arti surat Ad-Dhuha ayat 4 arab-latin dan artinya, semoga memberi kebaikan untuk kita bersama. Dukunglah syi'ar kami dengan memberikan link menuju halaman ini atau menuju halaman depan Halaman Banyak Dibaca Tersedia berbagai konten yang banyak dibaca, seperti surat/ayat Bismillah, An-Nisa 59, Yusuf, An-Nashr, Az-Zumar 53, Al-Ma’idah 3. Juga Al-Kahfi 1-10, Al-Qari’ah, Al-Ashr, An-Naziat, Al-Lahab, Quraisy. BismillahAn-Nisa 59YusufAn-NashrAz-Zumar 53Al-Ma’idah 3Al-Kahfi 1-10Al-Qari’ahAl-AshrAn-NaziatAl-LahabQuraisy Pencarian lafal surat yasin, surat al isra ayat 70, al furqon 74, surah al isro, surat alkoriah Dapatkan amal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat. Plus dapatkan bonus buku digital "Jalan Rezeki Berlimpah" secara 100% free, 100% gratis Caranya, salin text di bawah dan kirimkan ke minimal tiga 3 group WhatsApp yang Anda ikuti Silahkan nikmati kemudahan dari Allah Ta’ala untuk membaca al-Qur’an dengan tafsirnya. Tinggal klik surat yang mau dibaca, klik nomor ayat yang berwarna biru, maka akan keluar tafsir lengkap untuk ayat tersebut 🔗 *Mari beramal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat ini* Setelah Anda melakukan hal di atas, klik tombol "Dapatkan Bonus" di bawah
didunia lebih baik mendengar dari pada melihatnya, tetapi di surga lebih baik melihat dari pada mendengarnya. jika kita mendengar orang bercerita tentang keindahan sesuatu, maka kita juga ingin melihatnya. setelah dilihat, maka tidak ada hasrat untuk melihat lagi karena telah bosan dan lain sebagainya.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID zXzyX1kMA74g9VZy2WIh9KX8V79H_SnqXrtfv_8LBAaNXtb22kAUkw==

Membaca melihat dengan mata dan qalbu/hati/jantung, tafakur (memikirkan) hukum-hukum Allah qauliyah dan kauniyah pada TANDA-TANDA yang diberikan oleh ALLAH SWT .. agar tidak terjatuh dalam keKAFIRan, keMUNAFIKan, keMUSYRIKan, keFASIKan besar, yang menyebabkan kita diazab oleh Allah di dunia dan AKHIRAT apalagi SIKSAAN KEKAL di

Banyak orang mendambakan kehidupan terbaik di dunia dan akhirat. Namun, tak sedikit di antara umat Islam justru kebingungan menentukan jalan hidupnya. Dunia seakan-akan menjadi surga yang sesungguhnya, padahal Alqur'an telah memberi petunjuk dan solusi terbaik atas persoalan yang dihadapi memang pilihan, namun semuanya tak terlepas dari soal keyakinan. Dalam Alqur'an , Allah Ta'ala mengingatkan manusia dengan firman-Nya yang artinya "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." Ayat ini sangat populer dan menjadi penegas bahwa hidup adalah ujian bagi manusia. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di dalam Tafsir as-Sa'di menjelaskan makna ayat ini sebagai kematian di dunia dan kehidupan di akhirat. Barang siapa yang tunduk kepada perintah Allah dan memperbagus amalnya, maka Allah akan memperbagus balasan-Nya di dunia dan akhirat. Sebaliknya barang siapa yang mengikuti hawa nafsu dan menolak mengikuti perintah Allah, maka dia akan memperoleh balasan yang buruk. Rasulullah SAW juga mengingatkan manusia bahwa dunia adalah ladangnya akhirat. Mau tak mau, sadar atau tidak sadar, dunia akan pergi meninggalkan kita dan akhirat justru menghampiri kita. Alqur'an MenjawabAllah Ta'ala telah memberi petunjuk jelas dalam Alqur'an. Ada banyak ayat yang menjadi petunjuk bagi mereka yang mau menggunakan akal sehatnya, di antaranya Surah An-Nahl 16 ayat 97 "Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”Surah Az-Zumar 39 ayat 10 "Katakanlah Muhammad, 'Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.' Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas."Surah Al-Hujarat 49 ayat 13 "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mengenal."Surah Al-Qashas 28 ayat 77 "Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." Surah Ali Imran 3 ayat 31 "Katakanlah Muhammad 'Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian'. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."Dari paparan ayat di atas jelaslah bahwa tujuan hidup sejatinya bukanlah dunia. Dunia hanyalah tempat ujian karena sifatnya tidak kekal sementara. Rasulullah SAW pernah bersabda dalam satu hadits dari Abu Hurairah "Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun. Dan sangat sedikit di antara mereka yang melewati itu". Sejatinya, tujuan hidup bukanlah sekadar menginginkan surga, melainkan Allah adalah tujuannya dan keridhaan-Nya lah semata-mata yang dicari. Untuk meraih ridha Allah tentu butuh usaha, pengorbanan jihad, perjuangan, tekad, ijtihad, kegigihan dan Ta'ala memberi petunjuk dalam Surah Ali 'Imran ayat 31, apabila ingin mendapat ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat, maka ikuti dan taatilah Rasulullah SAW, hidupkan sunnahnya. Akhir kalam, sungguh tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk dan kebahagiaan. Aamin rhs
Dan sangat tidak mungkin para sahabat itu hidup tidak bahagia, mereka bahkan sangat bahagia dan tentu, sangat mulia di akhirat-Nya. Sebaliknya, orang yang orientasinya dunia belaka, hidupnya akan berantakan. Dalam bahasa Ath-Thayyibi mereka adalah orang yang ”Jama’allaahu syamlahuu.”. Artinya, urusannya tidak terhimpun rapi.
“Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari permulaan.” QS. Al-Dhuha [93] 4 Dalam Tafsir al-Wajiz, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa makna ayat di atas adalah Sesungguhnya kehidupan akhirat yang kekal dan abadi beserta segala isinya berupa surga dan kemuliaan itu lebih utama dari kehidupan dunia yang fana ini. Banyak di antara kita, bahkan mungkin diri kita sendiri yang lebih fokus untuk memenuhi segala kebutuhan hidup di dunia ini, tetapi sering kali lupa untuk mempersiapkan bekal hidup di akhirat nanti. Betapa banyak orang yang berlomba-lomba untuk dapat hidup sukses di dunia, tetapi sangat sedikit yang bersusah payah untuk dapat hidup sukses di akhirat. Jika untuk kehidupan dunia, manusia umumnya tak kenal lelah, tetapi untuk kehidupan akhirat begitu berat kaki melangkah untuk ibadah. Suatu ketika Rasulullah SAW pernah mengingatkan, “Akan datang pada umatku suatu masa di mana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara lainnya. Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat. Mereka mencintai kehidupan dan melupakan kematian. Mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kubur. Mereka mencintai harta benda dan melupakan hisab perhitungan amal di akhirat. Mereka mencintai makhluk dan melupakan Penciptanya Khaliq.” Sungguh tepat prediksi Rasulullah SAW tersebut. Di zaman modern sekarang ini sangat mudah kita jumpai manusia-manusia seperti yang digambarkan Rasulullah SAW, itu adalah diri kita sendiri. Ya disadari atau tidak, sebagian besar dari kita sangat mencintai dunia dan sering melupakan akhirat. Kita lebih mencintai kehidupan dan melupakan kematian. Kita berbangga diri dengan kemewahan rumah yang kita miliki, sementara kita lupa bahwa kita akan mati dan berada di dalam kubur, rumah masa depan kita. Kita tumpuk pundi-pundi kekayaan sebanyak-banyaknya, tetapi kita lupa bahwa kelak di akhirat akan ada yaumal-hisab hari perhitungan, di mana seluruh harta yang kita miliki akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Kita akan ditanya darimana semua harta yang kita miliki berasal, dan untuk apa harta tersebut dibelanjakan? Kita juga lebih mencintai makhluk daripada Khalik. Kita tumpahkan rasa cinta dan kasih sayang kita kepada keluarga kita, anak-istri, tetapi kita lupa untuk mencintai Allah, Zat yang telah menghadirkan kita ke muka bumi ini, dan menghadirkan pasangan serta keturunan bagi kita. Jika kita sadari betapa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, sedangkan kehidupan di akhirat nanti adalah yang utama, kekal abadi selamanya, maka kesempatan hidup di dunia ini akan kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk mencari bekal kehidupan di akhirat kelak. Kita jadikan dunia ini adalah ladang untuk menanam amal saleh, sehingga pada saat kita berjumpa dengan Allah nanti, kita akan terasa bahagia karena kita telah berusaha untuk melakukan yang terbaik semasa hidup di dunia. Insya Allah, kehidupan akhirat yang akan kita jalani penuh dengan tawa canda bahagia. Sebaiknya kita menganggap bahwa kehidupan di dunia ini adalah segala-galanya, sehingga kita tidak peduli dengan kehidupan akhirat ini. Maka kesempatan hidup di dunia ini akan kita habiskan untuk mencari kesenangan, memenuhi segala keinginan serta memperturutkan hawa nafsu kita. Kita tidak pernah menyiapkan bekal apapun untuk kehidupan akhirat kelak. Pada gilirannya, ketika kita berjumpa dengan Allah nanti, kita akan menyesali segala perbuatan kita. Dan penyesalan di akhirat tiadalah gunanya. Kehidupan selanjutnya yang akan kita jalani di akhirat akan dipenuhi dengan kesedihan, kepedihan dan penderitaan. Naudzu billah tsumma na’udzubillah min dzalika. [Didi Junaedi, Qur’anic Inspiration]
BalapMotorNet – Pembalap asal Bantul DIY yaitu Galang Hendra Pratama akan kembali beraksi pada gelaran dunia World Supersport 600cc (WorldSSP) ronde kedua 2020 yang akan berlangsung akhir pekan ini (1-2/8) di sirkuit Jerez, Spanyol. Galang yang membela tim bLU cRU WorldSSP by MS Racing ini sebelumnya melakukan pemanasan dengan mengikuti – Salah satu ciri utama seorang yang bertaqwa ialah pemahamannya akan dunia dan akhirat sebagaimana dikehendaki Allah سبحانه و تعالى . Ia yakin bahwa dunia merupakan sekedar tempat bersenda-gurau dan bermain belaka. Sedangkan kehidupannya kelak di akhirat ia pandang lebih utama daripada kehidupan di dunia. Kehidupan akhirat-lah yang ia sikapi secara serius. Ia tidak mau bermain-main maupun bersenda-gurau dengan kehidupan akhiratnya. Sehingga untuk kehidupan dunia ia berikan perhatian yang secukupnya saja. وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” QS Al-An’aam ayat 32 Keberhasilan yang dikejar secara serius oleh seorang muttaqin ialah keberhasilan di akhirat. Baginya keberhasilan di dunia merupakan sesuatu yang bersifat supplementary faktor pelengkap saja. Tetapi keberhasilan di akhirat adalah sesuatu yang tidak boleh ditawar sedikitpun karena ia merupakan faktor utama. Ia tidak rela mempertaruhkan keberhasilannya di akhirat demi keberhasilannya di dunia. Namun sebaliknya, demi keberhasilannya di akhirat ia rela kehilangan keberhasilannya di dunia. Berapapun bagian dari dunia akan ia relakan bila hal itu dapat menjamin keberhasilannya di akhirat. Sebab ia sangat yakin bahwa kehidupan sebenarnya adalah di negeri akhirat. Sedangkan kehidupan di dunia tidak lain hanyalah senda-gurau dan permainan belaka. Kalaupun berhasil di dunia, maka itu merupakan keberhasilan sesaat, sementara dan palsu. Namun keberhasilan di akhirat merupakan keberhasilan hakiki dan abadi. Bagaimana mungkin ia akan rela kehilangan keberhasilan hakiki dan abadi demi memperoleh keberhasilan sesaat, sementara, dan palsu? وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” QS Al-Ankabut 64 Namun dalam realitas kita melihat banyak manusia modern justeru bersikap sebaliknya. Dan ini tidak saja diperlihatkan oleh sembarang manusia. Bahkan sebagian manusia yang mengaku muslim sekalipun menampilkan sikap terbalik. Bila menyangkut urusan peluang keberhasilan di dunia ia menjadi sangat serius. Ia kerahkan perhatian, waktu, tenaga dan uang tanpa keraguan. Namun bila menyangkut urusan peluang keberhasilan di akhirat ia malah bersikap setengah hati bahkan bermain-main dan bersenda-gurau. Ia sangat fokus akan sukses dunia namun sangat tidak peduli sukses akhirat. Seolah sukses dunia merupakan sesuatu yang hakiki sedangkan sukses akhirat hanyalah mimpi tanpa bukti. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu sebab mengapa banyak orang yang mengaku muslim memiliki logika dan sikap terbalik menghadapi dunia dan akhirat karena mereka telah masuk ke dalam perangkap “lubang biawak” yang ditawarkan oleh penguasa dunia modern dewasa ini, yaitu masyarakat barat Amerika-Eropa alias masyarakat kaum yahudi-nasrani. Dan keadaan ini sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم sejak limabelas abad yang lalu. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun, maka kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum yahudi dan nasrani?” Beliau menjawab “Siapa lagi kalau bukan mereka?” HR Muslim – shahih Dunia modern dewasa ini membuktikan kebenaran prediksi Nabi صلى الله عليه و سلم di atas. Kita menyaksikan bagaimana di satu sisi Allah سبحانه و تعالى berikan hak kepemimpinan dunia global leadership kepada kaum yahudi dan nasrani dan pada sisi lain banyak kaum muslimin menjadi pengekor kaum yahudi-nasrani sedikit demi sedikit sehingga tatkala dijebloskan ke dalam lubang biawak sekalipun kaum muslimin cenderung ikut saja. Padahal kaum yahudi-nasrani memiliki cara pandang terhadap dunia sebagaimana peradaban Romawi dahulu kala, yakni cara pandang materialisme. Hal ini Allah سبحانه و تعالى singkap di dalam surah yang nama surahnya berarti bangsa Romawi, yaitu surah Ar-Ruum ayat ke tujuh يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَاوَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “Mereka hanya mengetahui yang lahir/material saja dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai.” QS Ar-Ruum ayat 7 Peradaban Romawi masa lalu merupakan peradaban digdaya namun dilandasi faham materialisme. Mereka hanya memahami keberhasilan berdasarkan tolok-ukur dunia fana. Mereka tidak peduli bahkan mengingkari adanya kehidupan sebenarnya di akhirat kelak. Oleh karenanya mereka berprinsip “It’s now or never” kalau tidak berhasil sekarang, maka tidak akan pernah berhasil selamanya. Dunia modern-pun meyakini paradigma yang serupa. Akhirnya segenap manusia diarahkan untuk meyakini hal serupa, tanpa kecuali kaum muslimin-pun disihir dengan cara pandang materialisme. Akhirnya muncullah orang-orang yang mengaku muslim dan merasa bertaqwa tetapi cara-pandangnya mirip dengan kaum yahudi-nasrani. Mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada akhirat. Peduli sukses dunia daripada sukses akhirat. Bahkan penyakit ini menjangkiti sebagian orang yang dikenal sebagai Ustadz di tengah masyarakat. Para “ustadz” ini bila menafsirkan ayat Allah mengenai bagaimana seharusnya mensikap dunia dan akhirat, maka mereka menafsirkannya berdasarkan faham materialisme alias dunia-oriented. Misalnya terhadap ayat berikut وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi.” QS Al-Qashshash 77 Sudah sangat jelas bahwa melalui ayat di atas Allah سبحانه و تعالى menyuruh kita mengejar negeri akhirat sebagai fokus utama. Sedangkan terhadap kenikmatan duniawi Allah hanya mengatakan “jangan kamu lupakan bahagianmu”. Artinya, Allah menyuruh kita all out habis-habisan mengejar kebahagiaan akhirat. Sedangkan terhadap dunia yang penting jangan sampai kita melupakannya atau mengabaikannya. Redaksi ayat sudah amat-sangat jelas seperti demikian. Namun di era penuh fitnah dewasa ini bermuncullanlah para “ustadz” yang tatkala menafsirkan ayat di atas berkata “Wahai kaum muslimin, silahkan berlomba menjadi orang kaya di dunia, sebab Islam tidak melarang anda menjadi orang kaya. Bahkan para sahabat banyak yang kaya-raya seperti Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf dan Usman bin Affan. Silahkan kejarlah berbagai keberhasilan dunia….. Yang penting, janganlah sampai melupakan kehidupan akhirat…..!” SubhaanAllah…. sepertinya nasihat yang sungguh indah. Tetapi kalau kita renungkan dalam-dalam jelas bahwa tafsiran yang disampaikan pak “ustadz” di atas bertentangan 180 derajat dengan apa yang Allah sebutkan di dalam ayatnya. Pak ustadz jelas-jelas telah mengekor kepada paradigma materialisme peradaban Romawi. Pak ustadz telah masuk ke dalam lubang biawak..! Pak Ustadz nyata-nyata lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada sukses akhirat. Di dalam Al-Qur’an Allah tidak pernah menyuruh kita untuk berlomba mengejar dunia. Berkompetisi merebut keberhasilan di dunia apakah itu dalam hal kekayaan, popularitas, kekuasaan dan lain sebagainya tidaklah Allah perintahkan. Bila sudah berkenaan dengan kompetisi pasti Allah menyuruh kita berlomba merebut sukses akhirat. Coba perhatikan ayat-ayat di bawah ini وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” QS Ali Imran 133 تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِيُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍخِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَوَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍعَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ “Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak tempatnya, laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. Dan campuran khamar murni itu adalah dari tasnim, yaitu mata air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.” QS Al-Muthaffifiin 24-28 Ketika Allah menyuruh “bersegeralah kamu” maka yang dimaksud adalah mengejar ampunan Allah dan surgaNya. Ini semua merupakan perkara di akhirat kelak. Ketika Allah menyuruh “untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba” maka Allah menyisipkannya di tengah rangkaian ayat yang sedang berbicara mengenai berbagai kesenangan penghuni surga. Ini adalah urusan akhirat. Jadi, tidak pernah Allah menyuruh kita untuk mengejar dunia dan mengejar ketertinggalan kita dari orang-orang kafir di dalam urusan dunia. Bahkan jelas-jelas Allah melarang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم beserta ummatnya bergaul dan berdekat-dekat dengan manusia yang dalam segala perhatian dan pembicaraannya hanya melulu urusan dunia. فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ ”Maka berpalinglah hai Muhammad dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan hanya menginginkan kehidupan duniawi. Itulah batas pengetahuan mereka.” QS An-Najm ayat 29-30 Pantaslah bilamana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mengajarkan kita doa agar dunia tidak menjadi batas pengetahuan seorang mukmin dan muttaqin. اللهملَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia menjadi perhatian utama kami serta batas pengetahuan kami.” HR Tirmizi – Hasan
Marquezcuma berjarak 0,035 detik dari rider Suzuki Alex Rins yang memuncaki daftar. Baca juga: Hasil F2 MotoGP Qatar: Rins Tercepat, Marc Marquez Kedua. Sirkuit Losail sendiri bisa dibilang bukan lintasan yang terbaik bagi juara dunia delapan kali itu. Marquez cuma sekali menang dan sekali pole di sana dalam tujuh partisipasi.
RASULULLAH ﷺ adalah sosok yang lengkap. Bukan hanya dari sisi akhlak dan karakternya, tapi juga dari sisi perjalanan hidupnya. Beliau pernah mengalami kemiskinan. Tapi kekayaan juga pernah beliau rasakan. Beliau miskin dengan keridhaan dan kaya dengan rasa syukur. Beliau tidak pernah bersedih dengan dunia yang hilang darinya. Dan beliau tidak berbangga dengan belimpahnya dunia. Beliau pernah mendermakan kambing sepenuh lembah. Ya, beliau memiliki kambing sepenuh lembah, kemudian beliau berikan hanya kepada satu orang. Di lain hari, di rumahnya tak ada sesuatu untuk dimakan. Beliau zuhud, sederhana, dan bersahaja. BACA JUGA Mau Selamat Dunia Akhirat? Hindari 5 Hal Ini Rasulullah ﷺ adalah seorang pendidik yang baik. Beliau akrab dengan para sahabatnya dan sering memberi pemahaman kepada mereka dengan menggunakan media. Suatu hari, beliau ﷺ hendak mengajarkan kepada para sahabatnya –dan tentu juga kepada kita- tentang nilai dunia di sisi Allah ﷻ. Beliau berikan perumpamaan dengan media sebuah bangkai kambing yang cacat. Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma bahwasanya Rasulullah ﷺ penah melewati pasar bersama para sahabatnya. Kemudian beliau melihat ada bangkai kambing yang kecil kupingnya cacat. Beliau kepit telinga kambing itu dengan jarinya dan bersabda, “Siapa yang mau membelinya seharga satu dirham?” “Kami sama sekali tidak tertarik. Apa yang bisa diperbuat dengannya?” kata para sahabat menjawab tawaran beliau ﷺ. “Mau tidak kalau ini jadi milik kalian?” Rasulullah menawarkannya dengan cuma-cuma. “Demi Allah, seandainya kambing itu hidup, ia pun cacat. Apalagi sekarang dia sudah mati”, para sahabat tetap enggan memilikinya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi Allah, dunia itu lebih hina bagi Allah daripada pendapat kalian tentang anak kambing ini.” HR. Muslim, 2957 dan Ahmad, 14402. Inilah arti dunia di sisi Allah ﷻ, dan juga bagi Rasulullah ﷺ. Kemudian para sahabatnya pun menjadi sosok yang menaruh dunia hanya di tangan mereka, tidak masuk ke dalam hati mereka. Dari Khaitsamah, dikatakan kepada Nabi ﷺ, “Jika engkau mau, akan kami berikan perbendaharaan dunia dan kunci-kuncinya, sesuatu yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelummu, dan seorang pun setelahmu. Kami tidak akan mengurangi jatahmu di sisi Allah”. Beliau ﷺ menjawab, “Kumpulkan itu semua untukku di akhirat”. BACA JUGA Manfaat Jenggot Dunia Akhirat Kemudian Allah ﷻ menurunkan ayat, “Maha Suci Allah yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian, yaitu surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan dijadikan-Nya pula untukmu istana-istana.” QS Al-Furqaan 10. Dari Aisyah radhiallahu anha, “Ketika Rasulullah ﷺ wafat, baju besi beliau tergadaikan pada orang Yahudi sebagai jaminan untuk 30 sha’ gandum yang beliau beli secara tidak tunai.” HR. Bukhari no. 2916 [] Sumber Kisah 25 Nabi dan Rasul dilengkapi Kisah Sahabat, Tabiin, Hikmah Islam, Rasulullah, wanita shalihah/ kajian Islam 2 OUuuWh.
  • hssbyw64jw.pages.dev/27
  • hssbyw64jw.pages.dev/319
  • hssbyw64jw.pages.dev/224
  • hssbyw64jw.pages.dev/132
  • hssbyw64jw.pages.dev/264
  • hssbyw64jw.pages.dev/445
  • hssbyw64jw.pages.dev/38
  • hssbyw64jw.pages.dev/100
  • akhirat lebih baik dari dunia